Film PERTARUHAN

12:04 AM Edit This 1 Comment »

Kontroversi Seputar Tubuh Perempuan

Apa guna sunat bagi perempuan? Mengapa perempuan lajang dipandang sinis saat periksa kesehatan reproduksi?


Kamis (16/4) hingga Minggu (18/4), Kalyana Shira Foundation memutarkan film dokumenter bertemakan perempuan di Studio 2 Cinema 21 Ekalokasari, Bogor. Film dokumenter yang diputar merupakan film dokumenter kolektif yang berjudul Pertaruhan. Film tersebut mengisahkan berbagai kontroversi seputar tubuh perempuan yang telah lama menjadi perdebatan di sekitar kita.
Acara tersebut, dihadiri oleh para pembuat film Pertaruhan, yakni Nia Dinata, Vivian Idris, Lucky Kuswandi, Ani Ema Susanti, Ucu Agustin, Muhammad Ichsan, Myra Diarsi, dan Abdul Azis. Film yang berdurasi kurang lebih dua jam itu dihadiri oleh lebih dari 30 orang.
Nia Dinata, produser film tersebut mengatakan, film Pertaruhan merupakan film yang dapat menggugah hati dan membuka mata penonton bahwa wanita belum dipandang setara dengan laki-laki oleh sebagian masyarakat. Bahkan, tak jarang mereka pun tidak mendapatkan hak yang semestinya sebagai seorang perempuan.
“Film Pertaruhan merupakan film yang meresahkan. Artinya begini, diharapkan setelah menonton film tersebut, minimal yang menonton resah karena di lingkungan sekitar mereka kisah di film tersebut memang terjadi, seperti tempat pemakaman yang dijadikan ladang ‘bisnis’ PSK (Pekerja Seks Komersil. red), cinta seorang lesbian, dan sebagainya. Sehingga mereka pun berinisiatif melakukan pergerakan untuk kaum perempuan,” ujar Nia, begitu ia disapa, kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Nia menambahkan, masyarakat dapat menonton film tersebut secara cuma-cuma agar masyarakat lebih tertarik untuk menontonya. “Kami sengaja menggratiskannya karena film ini memang sangat baik dan beranfaat untuk ditonton. Selama ini kan kebanyakan film atau sinetron Indonesia menyuguhkan yang manis-manis saja. Padahal kehidupan pahit yang dijalani saudara kita pun banyak sekali terjadi,” kata perempuan yang pernah mengenyam pendidikan Broadcast Journalism di Amerika Serikat itu.
Film Pertaruhan terdiri dari tiga cerita, yaitu kontroversi mengenai sunat bagi kaum perempuan dengan judul Untuk Apa?, Ragat’e Anak yang mengisahkan tentang PSK sekaligus pemecah batu di Gunung Bolo, yang bekerja di pemakaman Cina di kawasan tersebut.
Kemudian Nona Nyonya?, yang bercerita tentang status “tidak menikah” atau lajang yang menjadi kendala ketika perempuan memeriksakan kesehatan reproduksinya. Perempuan kerap kali terbentur dengan pandangan moral yang dituduhkan pihak obstetri dan ginekologi (kebidanan dan kandungan).
Terakhir adalah Mengusahakan Cinta, yang mengisahkan tentang dua perempuan, yaitu Ruwati dan Rianti, yang memilih menjadi buruh migran di Hongkong karena pendapatan di sana lebih tinggi ketimbang di Indonesia. Di Hongkong, mereka pun memperoleh kebebasan dalam otonomi terhadap tubuhnya. Rianti yang seorang lesbian takut membawa cintanya ke Indonesia. Sedangkan Ruwati, sering kali bimbang lantaran keperawanannya dipertanyakan oleh calon suami yang menunggunya di Indonesia.
Setelah pemutaran film berakhir, penonton diajak berdiskusi dengan para pembuat film. Diskusi yang dimoderasi oleh Alfian Mujani, pemimpin redaksi harian pagi Jurnal Bogor, memancing berbagai komentar serta pertanyaan dari para penonton. “Saya sangat puas dengan film Pertaruhan. Apalagi, setelah menonton film ini, respon penonton sangat baik dan beberapa dari mereka ada yang ingin membuat sebuah pergerakan untuk kaum perempuan,” pungkas Nia, sutradara film Arisan itu.

1 komentar:

PNMF said...

Lagi nunggu tayangnya di Metro TV..